DPD KNPI Kabupaten Tegal Berkomitmen Mendorong Judicial Review UU Ciptaker



SLAWI (KN),- Ketua DPD KNPI Kabupaten Tegal, Muhamad Ersal Aburizal, berkomitmen akan mendorong siapapun pemuda Kabupaten Tegal yang akan melakukan judicial review UU Ciptaker dan peraturan-peraturan lain hingga tingkat perda yang mengancam hak asasi atau kemaslahatan hidup masyarakat.

 

Hal itu dikatakan dalam diskusi Silatda #4 bertema "Mekanisme Judicial Review Dengan Semangat Pancasila Dalam Mewujudkan Hukum Konstitusi Yang Bersupremasi” di sekretariat DPD KNPI Kabupaten Tegal, Sabtu (24/10/2020).

 

Narasumber menyampaikan materinya, seperti halnya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi 2013-2018 dan Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi RI 2013, Prof. Arief Hidayat, dilakukan secara virtual.    

 

"Kami akan siap mendorong dan berkontribusi untuk membantu OKP dan pemuda manapun untuk memperjuangkan hak hidup banyak orang, kami juga akan mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal untuk kemudian selalu melibatkan partisipasi pemuda dalam menyusun peraturan perundang-undangan di tingkat daerah," kata Ersal.

 

Diskusi yang berlangsung hampir selama 4 jam tersebut, mantan Prof. Arief Hidayat, berpesan kepada generasi muda untuk tidak termakan hoax dan selalu memaksimalkan perwujudan supremasi hukum Pancasila dan norma-norma berkehidupan sehari-hari.

 

"Sebagai generasi muda anda tidak boleh lupa sejarah bahwa Pancasila menyatukan semua kultur untuk itu sistem hukum kita semua bergantung pada Pancasila dan UUD 1945 yang point utamanya adalah persatuan dan keadilan," kata Arief Hidayat.  

 

Prof. Arief dalam kapasitasnya juga menerima siapapun untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi dengan senang hati karena itu salah satu tanggung jawab MK dalam menciptakan hukum yang bersupremasi.

 

Sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan lembaga tinggi negara Mahkamah Konstitusi utamanya selalu mengedepankan semangat mewujudkan supremasi hukum Pancasila dan UUD 1945.

 

“Dalam melaksanakan roda konstitusi untuk itu memang perlu bagi kita semua merenungkan apa yang terjadi sebagai teguran dan koreksi agar sistem hukum kita tidak menyimpang sebagaimana Pancasila inginkan," katanya.

 

Sementara itu, Koordinator Bidang Konstitusi & Ketatanegaraan Lembaga Konstitusi Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Violla Reininda, menegaskan bahwa UU Ciptaker lepas dari semangat mewujudkan konstitusi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

 

“Langkah hukum yang selalu dilakukan kami sebagai para aktivis dan bagian dari perjuangan rakyat selalu tak pernah mulus sebagaimana cita-citanya. Kebijakan politik pemerintah ditengarai sebagai hambatan terwujudnya supremasi hokum," tegas Violla.

 

Violla dan teman-teman Kode Inisiatif sampai dengan detik ini melalui jalur konstitusi terus berupaya membedah peraturan yang tidak pro dengan masyarakat.

 

Sedangkan pemerhati hukum dan dosen fakultas hukum UPS Tegal, Fajar Dian Aryani menyoroti soal kurangnya partisipasi publik di dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan mengkhianati semangat konstitusi dan UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

 

"Melihat permasalahan hukum yang ada saat ini memang tingkat partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor penting kenapa gejolak yang saat ini terjadi muncul. Tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat akan melemah seiring dengan semangat menjalan konstitusi yang tidak konsisten dilakukan oleh pemerintah," katanya.

 

Dalam diskusi yang dihadiri puluhan pimpinan OKP se-Kabupaten Tegal dan mahasiswa Fakultas Hukum se-Jawa Tengah, hadir juga beberapa keterwakilan lembaga Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal.

 

Moderator diskusi, Irfan Fajar Satriyo Nugroho, menegaskan, Pancasila dan UUD 1945 adalah Instrumen penting dari negara hukum ( Rechsstaat ) karena jika Pemerintah Pusat mengabaikan semangat Pancasila dan UUD artinya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah melupakan rakyat di dalam instrumen menciptakan supremasi hukum.

 

Banyaknya partisipasi publik yang tidak dilibatkan dan konflik-konflik sosial yang terjadi merupakan bukti bahwa kedaulatan sistem bukan ada ditangan rakyat," pungkas Irfan.

 

Narasumber lainnya yaitu Dr. Syamsudin Noer yang juga sebagai penulis buku "Hak Ingkar Hakim Konstitusi" mengatakan, hukum adalah instrumen tercipta tatanan sosial yang baik.  

 

Menurut Bang Syam, panggilan akrabnya, menambahkan, ketika peraturan perundang-undangannya tidak memiliki kompetensi baik bagi terlaksananya supremasi hukum berdasar Pancasila maka Indonesia sebagai negara hukum seperti amanah dari UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 tidak terwujud secara penuh.

 

Pewarta : sR

Editor : deha 

Diberdayakan oleh Blogger.