Slamet dan Rasi, Drama Cinta di Gunung Ciremai

Foto : Slide Balai Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan.


Oleh : Dadang Hendrayudha
 
ADANYA macan tutul betina (Panthera pardus) yang diberi nama rasi di kandang habituasi di Blok Bintangot, kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai tujuannya untuk memancing kedatangan macan tutul jantan bernama slamet ramadan.
 
Sang macan jantan ini berada di kawasan konservasi Gunung Ciremai namun posisi detailnya tidak bisa dilacak karena kalung GPS Collar yang dipasang di lehernya harus diperbaiki atau diganti.
 
Data yang dihimpun dari National Geographic Channel, (5/2/2002) slamet ramadan masih satu spesies dengan rasi tetapi warna bulunya dominan hitam. Orang Indonesia biasa menyebutnya macan jawa atau macan kumbang (Panthera pardus melas).
 
Perbedaan warna ini banyak dijumpai di Pulau Jawa, Indonesia dan di Benggala, India. Para ahli mengatakan, perbedaan warna itu disebabkan oleh pigmen melanistik sehingga membuat ada jenis macan ini yang memiliki warna dasar gelap.
 
Kendati demikian, jika dilihat dari dekat ternyata macan kumbang ini masih memiliki sejumlah totol-totol berbentuk “rosette” (corak kembang).
 
Dari sisi genetika, fenomena melanisme dibawa oleh gen resesif. Si macan kumbang, slamet ramadan ialah macan tutul jawa yang mengalami gejala melanisme.
 
Merujuk dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) 2016-2026, variasi warna tubuh yang berwarna hitam tersebut bukanlah subspesies, melainkan spesies yang sama.
 
Menurut Hoogerwerf (1970), secara umum ukuran tubuh macan jantan dewasa (Panthera pardus), diukur dari moncong hingga ujung ekor, rata-rata memiliki panjang 215 cm, tinggi 60-65 cm dan berat 52 kg.
 
Sedangkan macan betina, panjang total diukur dari moncong hingga ujung ekor tubuh 185 cm, tinggi 60-65 cm dan berat 39 kg.
 
Slamet ramadan merupakan hasil evakuasi Tim Gugus Tugas Evakuasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.
 
Sebelumnya pada subuh 1 Juni 2019 macan ini diketahui menyerang seorang warga Kampung Cimalingping, Kecamatan Kasomalang, Subang, Jawa Barat.
 
Macan itu berhasil dievakuasi dengan kerja sama petugas Kebun Binatang Bandung, aparat kepolisian setempat, pemerhati satwa dan masyarakat sekitar kejadian.
 
Setelah berhasil dievakuasi, macan tutul jawa tersebut dititip rawat di Kebun Binatang Bandung.
 
Kemudian untuk mendapatkan perawatan intensif dan fasilitas kandang yang luas, binatang seberat 35 kilogram dan panjang 208 centimeter itu dipindahkan ke Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, sambil menunggu proses pemulihan dan rehabilitasi.
 
Setelah sepenuhnya sehat dan pulih seperti saat masih liar, slamet ramadan dilepasliarkan ke Gunung Ciremai, Jawa Barat.  
 
Sedangkan rasi, menurut Kepala Balai TNGC, macan tutul betina berumur 2,5 tahun sudah berada di kandang habituasi sejak 31 Januari 2022 atau selama tiga minggu dan diharapkan akan terjadi perkawinan dengan slamet agar bisa berkembang biak.
 
Rasi diawasi oleh petugas Balai TNGC Kabupaten Kuningan bersama dengan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Kebun Binatang Gembiraloka dan Sintas, dilengkapi camera trap selama 24 jam.
 
Namun hingga sekarang slamet ramadan belum terlihat menghampiri kandang rasi yang rencananya akan dilepasliarkan pada 5 Maret 2022.
 
Hal itu menimbulkan kekhawatiran jika kalung GPS Collar di leher slamet tidak segera diganti atau diperbaiki dikhawatirkan spesies macan tutul di Gunung Ciremai terancam punah.
 
Padahal dengan adanya habitat macan tutul di Gunung Ciremai, sangat bermanfaat untuk mengembalikan ekosistem dan menekan populasi binatang lain yang menjadi hama tanaman para petani, seperti monyet dan babi hutan.
 
Berdasarkan data International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List pada 2015, spesies macan tutul di dunia berada dalam status yang rentan atau Vulnerable (VU).
 
Penurunan ini menjadi Near Threatened (NT) atau hampir terancam dan rentan Vulnerable (VU) pada 2016, termasuk setelah dievaluasi pada 2019 lalu.
 
Status tersebut menunjukkan bahwa spesies ini sedang berada dalam kondisi rentan terhadap kepunahan beberapa waktu ke depan.
 
IUCN Red List juga menyatakan bahwa terdapat berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan populasi kucing besar ini secara drastis. Penyebab utamanya karena kegiatan manusia dalam merambah hutan sebagai habitat berbagai jenis binatang.
 
Menyikapi konservasi macan tutul di Gunung Ciremai, berdasarkan data yang dikutip dari National Geographic Channel.
 
Pertama, macan tutul mulai memasuki fase kematangan reproduksi saat usia dua hingga tiga tahun dan musim kawin pada bulan Agustus-Desember atau ketika musim hujan, sedangkan rasi berada di kandang habituasi sejak 31 Januari 2022.
 
Kedua, slamet ramadan tidak tertarik kepada rasi disebabkan faktor perbedaan warna bulu, meskipun keduanya satu spesies dan sangat jarang terjadinya perkawinan alami antara macan tutul (Panthera pardus) dengan macan kumbang (Panthera pardus melas).
 
Pendapat penulis, untuk menyelamatkan kepunahan macan tutul di Gunung Ciremai mungkinkah didatangkan lagi macan tutul jantan yang warna atau corak bulunya sama dengan yang dimiliki rasi, sehingga keduanya bisa kawin dan berkembang biak.
 
Saran lainnya, untuk menangkap slamet kemungkinan dilakukan secara konvensional ditembak jarum bius, dijebak memakai umpan binatang yang masih hidup, seperti dalam tayangan NatGeoWild TV.
 
Memang cara itu memerlukan kesabaran dan kehati-hatian karena bagaimana pun juga macan tutul merupakan hewan carnivora noktural (aktif mencari mangsa pada malam hari).
 
*) Jurnalis kamangkaranews.com, tinggal di Kabupaten Kuningan. 
Diberdayakan oleh Blogger.