Permohonan Judicial Review UU 40/1999 di MK, Pembangkangan terhadap UU Pers


JAKARTA (KN),- Adanya permohonan judicial review terhadap Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 oleh sejumlah pemohon, Dewan Pers memberikan keterangannya di hadapan Majelis Konstitusi Republik Indonesia, Selasa (9/11/2021).
 
Keterangan tersebut disampaikan Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, dilanjutkan Kuasa Hukum yang ditunjuk oleh Dewan Pers terdiri dari Wina Armada Sukardi, Frans Lakaseru dan Dyah Aryani.
 
Kuasa Hukum Dewan Pers membacakan Keterangan Pihak Terkait Dewan Pers setebal 33 halaman secara bergantian dalam persidangan kasus Permohonan Uji Materiil Nomor 38/PUU-XIX/2021 yang pada pokoknya menjawab dalil para Pemohon.
 
“Jawaban dimaksud, Dewan Pers menyatakan bahwa secara gramatikal norma-norma yang termuat pada seluruh pasal UU Pers 40/1999 termasuk Pasal 15 ayat (2) huruf f pemaknaannya telah jelas dan tidak multitafsir apalagi sumir,” kata Wina.
 
Dalil Pemohon yang menyatakan Dewan Pers memonopoli pembentukan semua peraturan dan memiliki kewenangan serta mengambil alih peran Organisasi Pers menyusun peraturan di bidang Pers adalah tidak berdasar sama sekali.
 
“Hal itu sebagai kesesatan berpikir dan kekeliruan,” tandasnya.
 
Lebih lanjut Wina mengatakan, sangat jelas bahwa sebenarnya yang menjadi substansi persoalan Para Pemohon adalah bukan pada fungsi dari Pihak Terkait Dewan Pers sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (2) huruf f UU Pers 40/1999 yaitu memfasilitasi Organisasi Pers dalam menyusun peraturan di bidang Pers.
 
Tetapi substansi Para Pemohon pada ketidaksukaan dan/atau ketidakmauan dan/atau ketidaksetujuan Para Pemohon bahwa Dewan Pers atas kesepakatan/konsensus bersama Organisasi Pers memformalkan hasil akhir dari penyusunan peraturan di bidang Pers oleh Organisasi Pers dalam bentuk Peraturan Dewan Pers.
 
“Lalu, ada tuduhan keji yang tidak berdasar dan menunjukan kesesatan pola pikir serta ketidaktahuan atau ketidakpahaman Para Pemohon dalam memahami norma-norma yang ada di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers,” katanya.
 
Apabila Presiden menanggapi dan merespons keinginan Para Pemohon untuk menerbitkan Keputusan Presiden sebagaimana uraian permohonan di atas, maka Presiden justru berpotensi melanggar UU Pers karena telah jelas dari sisi nomenklatur penamaan, tidak ada penamaan lain selain “Dewan Pers”.
 
"Apabila ada pihak - pihak yang menamakan dirinya dan menyerupai penamaan Dewan Pers seperti Dewan Pers Indonesia, Dewan Pers Independen dan sebagainya adalah bukan merupakan amanat dari UU Pers," tambahnya.
 
Keanggotaan Dewan Pers tidak muncul seketika, namun merupakan keberlanjutan dan satu kesatuan dari sejarah serta peristiwa hukum yang panjang yaitu peralihan dari Dewan Pers pada masa Orde Baru yang didasarkan pada Undang-Undang Pers, kemudian pasca Reformasi.
 
Insan Pers Indonesia Jangan Dipecah Belah
 
Dalam sidang itu pun, Dewan Pers membeberkan agar Pers Indonesia dan Dewan Pers menjadi garda terdepan jurnalistik yaitu menjaga dan melindungi kemerdekaan Pers dan mewujudkan Pers yang professional.
 
Dewan Pers memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan Pers. Fungsi ini dilakukan oleh Dewan Pers dalam rangka mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
 
Dari pengaduan masyarakat dimaksud, Dewan Pers akan menilai apakah dalam pemberitaan-karya jurnalistik yang diterbitkan oleh suatu Media atau Perusahaan Pers terdapat pelanggaran atas Kode Etik Jurnalistik atau tidak.
 
“Jika fungsi itu tidak dijalankan oleh Dewan Pers maka akan menimbulkan efek negative,” katanya.
 
Persidangan selanjutnya, akan dilaksanakan pada 8 Desember 2021 untuk mendengarkan keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Organisasi Pers seperti PWI, AJI dan IJTI serta LBH Pers.
 
Atas kasus tersebut, Dewan Pers mengajak semua insan pers menjamin Pers Indonesia sebagai salah satu pilar demokrasi yang selama ini telah bersama-sama dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya sejak Era Reformasi.
 
"Kesesatan berpikir dan keinginan untuk memecah-belah kalangan insan pers seperti yang terlihat di dalam permohonan ini merupakan upaya pelemahan kemerdekaan pers sehingga patut untuk ditolak dan dihadapi bersama-sama," ujar Moh. Nuh
 
Sumber : Dewan Pers

Diberdayakan oleh Blogger.