Sekda Dian : RAD Kuningan Siap Tanggulangi Anak Stunting



KUNINGAN,- Prevalensi stunting berdasarkan data Riskesdas Kemenkes RI (3 Januari 2018), secara nasional sebesar  30,8 persen, Jawa Barat 31,1 persen dan Kabupaten Kuningan 28 persen. Pemerintah menargetkan angka stunting nasional hingga tahun 2024 bisa turun dibawah 20%.

 

Hal itu dikatakan Sekda Dian Rachmat Yanuar ketika memberikan materi dan membuka acara Pertemuan Diseminasi Informasi  Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan Stunting di Kabupaten Kuningan tahun 2021 di Prima Resort Sangkanurip, Kamis (11/2/2021).

 

“Menurut  data hasil penimbangan bayi dan balita pada bulan Agustus 2020 di Kabupaten Kuningan, dari jumlah 68.033 bayi dan balita yang ditimbang, sebanyak 5.016 atau 7,37% mengalami stunting (pendek dan sangat pendek),” sebutnya.

 

Sedangkan, dari laporan data pemeriksaan ibu hamil sampai dengan bulan September 2020, dari jumlah 7.466  ibu hamil yang diperiksa, terdapat 669 atau 8,9% ibu hamil mengalami Kekurangan Energy Kronik (KEK). 

 

Kondisi stunting (berbadan pendek, lemahnya kemampuan dalam berpikir juga beresiko sering terkena penyakit) yang disebabkan kurangnya asupan gizi  dalam waktu lama (gizi kronis), mulai dari bayi dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.

 

Stunting disebabkan oleh masalah yang multi komplek sehingga dalam penanggulangannya memerlukan penanganan yang serius, tidak saja oleh jajaran kesehatan namun melibatkan semua sektor  terkait, baik dalam penanganan faktor spesifik (langsung) maupun sensitif (tidak langsung).

 

Percepatan Pencegahan  Stunting merupakan program Nasional yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Jokowi. Untuk dilakukan penanggulangannya sebesar 14% pada tahun 2024 mendatang bukanlah sebuah pekerjaan yang ringan  dengan melibatkan multi sektor terkait,” katanya.

 

Dijelaskan, stunting disebabkan oleh tiga faktor mendasar yaitu pendidikan, kemiskinan dan sosial budaya.

 

Penyebab tidak langsung ketahanan pangan keluarga, pola asuh, pola makan, kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan.

 

Penyebab langsung, kurang asupan gizi dan penyakit. Untuk penanggulangannya melibatkan berbagai sektor, baik sektor kesehatan maupun non kesehatan.

 

“Penanggulangannya memerlukan penanganan yang serius, tidak saja oleh jajaran kesehatan namun melibatkan semua sektor  terkait baik dalam penanganan faktor spesifik (langsung) maupun sensitif (tidak langsung),” katanya.

 

Intervensi spesifik atau langsung umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, sedangkan intervensi sensitif atau tidak langsung, dilakukan oleh berbagai sektor di luar kesehatan. 


Intervensi spesifik memberikan kontribusi 20%, sedangkan intervensi sensitif bisa memberikan kontribusi sampai 80% dalam penanggulangan stunting

 

Untuk tahun anggaran 2020 dengan dasar data pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-ppgbm) bulan Desember tahun 2019, Kabupaten Kuningan telah mengintervesi stunting di 14 kecamatan dan 24 desa/kelurahan lokus.

 

“Sesuai dengan keputusan Bupati Kuningan nomor: 440/kpts.377-bapeda/2020 tentang penetapan wilayah kecamatan dan desa/kelurahan lokus penanggulangan stunting tahun anggaran 2020,” ujarnya.

 

Untuk mendukung adanya integrasi lintas program dan lintas sektor dalam penanggulangan stunting, telah disusun dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD).

 

Dokumen itu, lanjut Dian, dapat dijadikan sebagai acuan  operasional oleh dinas instansi atau OPD terkait yang menyatukan perencanaan pembangunan dalam penanggulangan stunting dan gizi buruk dalam rangka mewujudkan SDM berkualitas di Kabupaten Kuningan.

 

“Dengan adanya dokumen rencana aksi daerah ini, penanggulangan stunting di Kabupaten Kuningan dapat berjalan efektif dan memberikan kontribusi untuk mempercepat penurunan stunting di Kabupaten Kuningan,” harapnya.

 

deha

Sumber : Diskominfo Kuningan 

Diberdayakan oleh Blogger.