Carut Marut Terkait Pilkades Bersole, Dirto Meminta Kasusnya Lanjut Persidangan

 


SLAWI (KN) Kejaksaan Negeri Slawi memanggil puluhan warga Desa Bersole. Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jum'at (18/9). Pemanggilan terdapat nama Ketua Panitia Pilkades 2019, anggota BPD dan tokoh masyarakat. Selain warga Desa Bersole juga nampak hadir Camat Adiwerna, Munasir.

 

Dirto selaku panitia Pilkades Bersole tahun 2019 yang turut dipanggil kepada media ini, Selasa (22/9/2020) mengungkapkan pemeriksaan terhadap dirinya lebih tepatnya mediasi atau musyawarah untuk mencari kesepakatan.

 

"Saya dipanggil untuk musyawarah atau mediasi antara tersangka dengan pelapor dan camat serta tokoh masyarakat yang intinya supaya kasus ini tidak berlarut-larut," katanya.

 

Tetapi ia mengajukan persyaratan agar tersangka pelaku OTT dan BPD bisa dihadirkan.

 

“Saya siap menandatangani kesepakatan asalkan permohonan saya dipenuhi oleh pihak kejaksaan selaku mediator," ungkapnya.

 

Lebih lanjut dikatakan, persoalan ini muncul ketika adanya dugaan politik uang saat Pilkades Bersole tahun 2019 lalu.

 

''Masalah ini mencuat setelah diketahui adanya politik uang pada saat Pilkades tahun kemarin dan dengan adanya politik uang ini sangat berbahaya untuk sistem demokrasi kita makanya saya dan semua elemen masyarakat berharap kasus ini sampai ke meja persidangan," tandasnya

 

Ditempat yang sama, Munasir selaku Camat Adiwerna mengatakan, menurutnya dilihat dari kacamata pemerintahan kemasyarakatan intinya berupaya agar situasi dan kondisi masyarakat kondusif.

    

"Menurut pendapat saya kalau dilihat dari  kacamata pemerintahan kemasyarakatan intinya kita berupaya agar situasi dan kondisi masyarakat kita kondusif,aman, terkendali dan tidak ada masalah untuk para pihak," katanya.

 

Ia yakin tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya lebih baik diawali dengan musyawarah dan mediasi.

 

Sementara itu, Miftah warga masyarakat desa setempat yang merupakan salah satu pelapor dalam kasus politik uang tersebut membeberkan berhayanya politik uang.

 

"Politik uang ini sangat berbahaya untuk sistem demokrasi kita dan hal ini sudah dipahami semua oleh panitia dan para kandidat peserta Pilkades saat itu, bahkan kades terpilih sekarang saat itu mendatangi para kandidat termasuk kepada bapak saya yang saat itu menjadi salah satu kandidat memberikan pesan bahwa jangan ada politik uang tetapi kenapa justru dia sendiri yang bermain," bebernya

 

Masih kata Miftah yang juga mantan juru bicara bapaknya, ada statement dari pemangku kepentingan dalam hal ini Kapolsek dan Danramil yang didengar secara langsung oleh balon (kandidat) yang tereliminir apabila ada yang bermain money politik dan terjadi OTT maka gebugi di tempat.

 

Kalau sudah ada ikrar tidak ada politik uang dan ditambah statement gebug di tempat jika terbukti, kenapa tidak dipatuhi oleh salah satu kandidat. Para kandidat semua sadar hukum makanya ketika terjadi seperti ini kandidat yang tereliminir percaya akan adanya proses hukum tetapi kenapa persoalan ini proses hukumnya berlarut-larut belum ada kepastian hukum yang jelas.

 

“Jadi kesannya dalam proses mediasi kali ini ada intervensi," tandasnya.

 

(sR)

 

Diberdayakan oleh Blogger.