Mewujudkan Kepastian Baru dengan Protokol Kesehatan
Oleh : H. Bambang
Soesatyo, SE, MBA
PROTOKOL kesehatan patut dipahami sebagai
upaya bersama mewujudkan kepastian baru. Sebab, dengan kepatuhan mutlak pada
protokol kesehatan di era pola hidup baru (new normal), menjadi landasan atau
jalan keluar bersama dari resesi ekonomi. Sebaliknya, ketidakpatuhan pada
protokol kesehatan hanya berujung pada ketidakpastian yang berkepanjangan.
Ketidakpastian
akibat pandemi Covid-19 sekarang ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi global
negatif. Semua negara, termasuk Indonesia, merasakan langsung ekses dari ketidakpastian
itu.
Demikian
dahsyatnya ekses itu, sehingga tidak kurang 100 negara telah mengajukan bantuan
darurat kepada Dana Moneter Internasioanl (IMF). Bahkan, IMF menggambarkan
perekonomian global 2020 sebagai krisis terburuk sejak Great Depression dekade
30-an, karena nyata-nyata berada di jalur kontraksi yang signifikan.
Bank dunia
pun memperkirakan ekonomi global tahun ini tumbuh minus 5,2%. Pemulihan dalam
skala global akan memakan waktu yang lama, karena dibayangi gelombang kedua
penularan Covid-19.
Karena itu,
banyak negara mulai mencoba upaya pemulihan dengan pendekatan pola hidup baru
yang diatur dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Indonesia pun
tengah bersiap menerapkan pola hidup baru itu.
Sayangnya,
di tengah persiapan itu, masyarakat dihadapkan pada fakta dan data tentang
lonjakan jumlah pasien Covid-19 yang cukup signifikan sepanjang Juni 2020.
Lonjakan jumlah pasien terjadi karena sebagian masyarakat tidak peduli lagi
akan pentingnya menerapkan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19.
Harus
dibangun kesadaran bersama bahwa protokol kesehatan merupakan sebuah
inisiatif berani dari upaya dan langkah semua orang mewujudkan kepastian baru
di tengah periode pandemi Covid-19 yang telah merusak segala-galanya.
Karenanya,
upaya mewujudkan kepastian baru menjadi kehendak semua orang. Keharusan
mematuhi dan melaksanakan protokol kesehatan mutlak membutuhkan partisipasi
semua elemen masyarakat.
Patut untuk
dicatat bersama bahwa kepatuhan mutlak pada protokol kesehatan itu bisa mewujudkan
target ganda. Pertama, memutus rantai penularan covid-19 itu sendiri.Kedua,
menjadi upaya bersama mengakhiri ketidakpastian yang ditimbulkan oleh wabah
virus corona.
Ketidakpastian
sekarang harus dibayar dengan sangat mahal karena semua komunitas, global
maupun lokal, harus bersepakat membiarkan perekonomian terperangkap resesi.
Dan,
sebagaimana sudah dirasakan oleh semua orang, resesi ekonomi karena
ketidakpastian sekarang ini bahkan menyulitkan semua orang untuk berbicara atau
merencanakan masa depan. Inisiatif apa pun menjadi sangat sulit, karena wabah
corona masih mengancam untuk jangka waktu yang belum bisa dihitung. Sementara
vaksin penangkal Covid-19 belum juga bisa dihadirkan.
Banyak
negara melakukan penguncian (lockdown), sementara Indonesia menerapkan
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di banyak wilayah. Terutama wilayah
yang masuk kategori pusat pertumbuhan seperti kota-kota di pulau
Jawa.
Jelas bahwa
baik penguncian atau PSBB punya konsekuensi. Paling utama adalah hampir semua
lini kegiatan ekonomi disepakati untuk dihentikan sementara. Kesepakatan
seperti itu harus diterima dan dimengerti, karena bertujuan meminimalisir
jumlah orang yang terinfeksi Covid-19. Sekaligus meminimalisir potensi kematian
massal, mengingat industri farmasi belum menemukan racikan vaksin yang tepat
untuk menyembuhkan mereka yang terinfeksi.
Ketika
durasi pandemi global covid-19 belum bisa dihitung, pertanyaan yang selalu
muncul di benak semua orang adalah mau berapa lama penguncian atau PSBB diberlakukan?.
Semakin lama
penguncian atau PSBB diberlakukan, berarti semakin lama pula pabrik-pabrik
tidak berproduksi, pengerjaan proyek-proyek belum bisa dilanjutkan, pusat
belanja atau mal tutup, destinasi wisata belum bisa dibuka, maskapai
penerbangan tidak operasional, dan akan semakin banyak orang yang kehilangan
pekerjaan serta sumber penghasilan.
Dalam skala
lebih besar, gambarannya adalah ekonomi yang tumbuh negatif, karena baik
konsumsi masyarakat, ekspor dan investasi praktis tidak kontributif bagi
pertumbuhan itu sendiri. Ketika ekonomi tumbuh negatif dalam dua atau tiga
kuartal berturut-turut, itulah resesi.
Membalik Keadaan
Sejumlah
negara yang dikenal sebagai kekuatan utama ekonomi dunia telah tumbuh negatif
pada kuartal pertama 2020. Hampir dapat dipastikan bahwa negara-negara itu,
seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok dan Uni Eropa, juga masih akan tumbuh
negatif pada kuartal II 2020.
Indonesia
masih bisa tumbuh positif, 2,97 persen per kuartal pertama. Tetapi diperkirakan
tumbuh negatif 3,1 persen di kuartal II 2020, karena sejumlah pusat pertumbuhan
mulai menerapkan PSBB sejak pekan kedua April 2020.
Semua orang
akhirnya harus sampai pada satu kesimpulan bahwa badai pandemi Covid-19 bisa
menjadi perangkap yang mengancam kehidupan. Praktis dalam enam bulan terakhir,
hampir semua orang di berbagai belahan bumi harus menjalani hidup dengan rasa
takut.
Semua yang
sebelumnya bagus atau indah, kini hilang atau berubah menjadi buruk. Bahkan
semua orang nyaris tidak produktif. Karena ketidakpastian yang durasinya belum
bisa dihitung, banyak orang menjadi ragu atau takut berinisiatif.
Situasi
seperti sekarang tentu saja tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Harus ada
keberanian dan upaya untuk membalik keadaan atau ketidakpastian itu. Karenanya,
lahirlah gagasan atau inisiatif new normal atau pola hidup baru.
Secara
sederhana, new normal bisa dipahami sebagai menerapkan pola hidup baru yang
sedikit berbeda dengan pola hidup sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Beda
pola hidup itu kemudian diatur dengan protokol kesehatan di semua ruang publik.
Misalnya
menghindari jabat tangan dan berpelukan, selalu menjaga jarak, menggunakan
masker, rajin cuci tangan dari air yang mengalir, hingga tidak
berkerumun.
Ketika kurva
jumlah pasien Covid-19 menurun sepanjang era pola hidup baru, penurunan itu
otomatis menjadi benih kepastian baru. Di mata investor atau pelaku pasar,
citra Indonesia pun positif, sehingga ada keberanian untuk memulai lagi semua
kegiatan produksi di pabrik.
Para
pebisnis tidak takut untuk berinisiatif. Kendati ekspor masih akan sulit
tumbuh, pemulihan kegiatan ekonomi di dalam negeri akan menggerakan permintaan
atau konsumsi masyarakat.
Protokol
kesehatan di tengah pandemi Covid-19 hendaknya dipahami sebagai upaya bersama
mewujudkan kepastian baru. Sebab, dengan menerapkan protokol kesehatan
sepanjang era pola hidup baru, kepatuhan mutlak itu menjadi landasan bagi
terwujudnya kepastian baru. Sehingga tersedia jalan keluar dari resesi
ekonomi.
Sebaliknya,
ketidakpatuhan pada protokol kesehatan hanya akan mengakibatkan durasi
ketidakpastian sekarang ini menjadi berkepajangan. Ketidakpastian akan
menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Marilah kita semua patuh dan menerapkan
protokol kesehatan.
Penulis : Ketua
MPR RI
Post a Comment