BPJS Kesehatan Naik, Pemerintah Gagal Laksanakan Amanat UU SJSN




KUNINGAN (KN),- Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kuningan, Toto Suharto, menilai, Pemerintah menyetujui kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan kegagalan belum siapnya melaksanakan amanat Undang-undang SJSN JKN tidak dihitung secara matang.

Hal itu disampaikan melalui WhatsApp kepada kamangkaranews.com, Jumat (30/8/2019) ketika diminta pendapatnya terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai 1 September 2019.

Apakah dengan premi iuran JKN PBI dan non PBI  bisa mencukupi pembiayaan tidak. Ini kegiatan sosial yang dipaksakan sehingga imbasnya defisit anggaran BPJS yang mengakibatkan tunggakan BPJS untuk pembayaran ke pelayanan rujukan terhambat alias macet,  ini namanya sebuah kegagalan.

Kenaikan premi akan berdampak kepada kepesertaan non PBI bisa pada keluar dari asuransi kesehatan yang dikelola BPJS dengan ketidakmampuan naik 100 %.

Bayangkan kalau kelas tiga saja ada tiga keluarga sudah berapa, sementara kelas tiga itu kategori orang tidak mampu tapi belum mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah alias PBI.

Kenaikan premi ini keputusan yang salah seharusnya bagaimana negara bisa memberikan hak kesehatan sesuai amanat Undang-undang Dasar 1945 memberikan subsidi tambahan biaya kesehatan untuk non PBI kalau untuk kenaikan Peserta PBI.

“Saya setuju saja karena dananya dari APBN dan APBN uang rakyat berhak dinikmati kembali oleh rakyat. Untuk kenaikan  iuran JKN, saya pikir kalau untuk peserta PBI penerima bantuan iuran dari APBN untuk orang miskin tidak masalah, cuma bagi Non PBI mandiri kelihatanya berat kalau harus naik,” katanya.

Menurutnya, Pemerintah harus segera mengatasi permasalahan defisit anggaran BJS karena akan berdampak pada sebuah pelayanan di rumah sakit. Biarpun memang sementara ada dana talangan dari bank itu tidak menyelesaikan masalah.

Karena sesuai Permenkes tentang klem BPJS, bila terlambat maka BPJS menanggung beban denda keterlambatan jadi BPJS kesehatan ada dua masalah besar.

“Pertama, harus bayar denda keterlambatan pembayaran BPJS ke rumah sakit dan kedua BPJS punya beban tunggakan besar,” katanya.

Tunggakan besar bukan di rawat inap saja, ada pelayanan persalinan kebidanan non kapitasi pun nunggak hampir dari tahun 2017.
 
“Tinggal bagaimana sikap pemerintah pusat BPJS berlanjut atau dibubarkan, bagaimana Pemerintah Pusat bekerjasama dengan asuransi-asuransi yang bisa menangani permasalahan JKN tapi harus amandemen dulu Undang-undang SJSN,” tandasnya.

deha--


Diberdayakan oleh Blogger.