Pileg 2019 Kuningan, Target DPW PPP Jabar 2-2-5
KUNINGAN (KN),- Ketua DPW PPP Jabar, Hj. Ade Munaawaroh Yasin,
menargetkan dua kursi DPRD Provinsi Jawa Barat, dua DPR RI dan 5 DPRD Kabupaten
Kuningan pada Pemilu Legilstatif 2019. Hal itu disampaikan kepada sejumlah
wartawan disela-sela Rakorcab dan Pembekalan Caleg PPP di RM Lembah Ciremai,
Senin (12/11).
“Target 5 kursi di DPRD Kabupaten Kuningan sesuai jumlah dapil
yang ada disini. Sedangkan untuk DPRD Provinsi Jawa Barat dan DPR RI, kita
berharap masing-masing bisa mendapatkan dua kursi. Target itu realistis,
apalagi jika dilihat dari gerak caleg saat ini,” katanya.
Menurutnya, kendati kaum muda atau milenial kurang tertarik urusan
pemilu tapi akan dijadikan target pemilih pemula di Pileg 2019. Oleh karena itu,
DPW PPP Jabar mendorong Ketua DPC PPP Kabupaten Kuningan membuat program untuk
menarik minat kaum milenial agar memilih PPP di Pileg 2019.
Upaya yang dilakukan mampu mengakomodir mereka melalui komunitas.
Karena kaum muda lebih tertarik diajak melalui komunitas daripada perorangan,
bahkan orang tua. “Mumpung Ketua DPC masih muda dan cukup gaul juga, kecil tapi
berbobot, mudah-mudahan kaum muda bisa diajak dapat berpartisipasi dalam Pileg
2019,” harapnya.
Dilihat dari hasil survey di Pilkada Kabupaten Bogor ketika ia
menjadi Cabup Bogor ketertarikan kaum mileneal kepada parpol masih dibawah 20%.
Apalagi di pileg karena calonnya banyak hingga ratusan maka mereka bingung
untuk memilih, bahkan apatis. Kuningan akan mampu merangkul mereka dan di
setiap wilayah akan mampu merangkul 30-40%. “Seperti halnya di Pilkada Jabar
mencapai 40%,” katanya.
Menyikapi Nahdliyin (NU) mudah-mudahan akan kembali ke PPP setelah
sekian lama banyak yang pindah ke parpol lain.
Karena NU merupakan organisasi yang melahirkan PPP. Biasa dikenal
kembali ke khittah. “Terkait Pilpres 2019 kurang menguntungkan PPP karena
konsentrasi terbagi. Tapi ketika kitra tidak mempunyai calon dan hanya sebagai
pendukung, kita bisa memanfaatkan kesempatan ini,” katanya.
Ditanya lemahnya pendidikan politik karena masih tingginya
persentase pemilih pragmatis dibandingkan pemilih rasional, ia mengatakan hal
itu tugas berat. Selama bertahun-tahun di pilkada maupun pileg pasti ada unsur
pragmatis. Tetapi bagaimana mengsiasatinya, toh ada ketentuan oleh Bawaslu ada
yang dilarang ada yang tidak.
Pragmatisme bukan hanya uang. Masyarakat membuthkan
fasilitas umum dan atribut dan lain sebagainya harus dibeli dengan uang. Oleh
karena itu, caleg harus bisa mengatur agar jangan menjadi money politik.
Misalnya barang tidak boleh lebih dari Rp. 60.000 kalau di pilkada kemarin
tidak boleh dari Rp. 25.000. “Kita bisa membeli sesuai untuk khalayak ramai
tidak masuk ke pribadi-pribadi,” pungkasnya. (deha)
Post a Comment