Macan Tutul Betina ‘Rasi’ Makin Masuk ke Kawasan Konservasi Gunung Ciremai



KUNINGAN (KN),- Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Teguh Setiawan, dalam siaran persnya, mengatakan, macan tutul betina bernama rasi setelah satu bulan dilepasliarkan di Gunung Ciremai, pergerakannya semakin masuk ke kawasan konservasi.
 
Lebih lanjut dijelaskan, macan tutul betina ‘rasi’ dilepasliarkan pada 5 Maret 2022 oleh Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem, Ammy Nurwati, mewakili Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
 
“Macan itu menghuni kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai sudah 32 hari dan makin pede,” sebut Teguh, Kamis (7/4/2022).
 
Proses pelepasliaran, imbuhnya, BTNGC bekerja sama dan berkoordinasi dengan Balai Besar KSDA Jawa Barat, Gembiraloka Zoo, Sintas Indonesia dan PPS Cikananga.
 
Memasuki habitat baru yang sebelumnya berada di kandang PPS Cikananga pasti memerlukan adaptasi ekstra.
 
Dilansir dari hasil pemetaan pergerakan yang dipetakan oleh tim Macan Tutul (Matul) TN Gunung Ciremai, pergerakan rasi semakin meluas, setelah pelepasliaran 5 Maret 2022, Tim Matul secara rutin memantau pergerakan rasi.
 
Berdasarkan sinyal dari GPS Colar yang dipasang di leher rasi, pada minggu pertama dan kedua, pergerakan rasi masih seputaran kandang habituasi.
 
“Hal ini merupakan naluri dan insting sang predator yang masih terbiasa dengan kandang habituasi yang dihuni selama 30 hari,” katanya.

Sementara itu, Ketua Tim Matul TN Gunung Ciremai, Robi Gumilang, menerangkan, pemantauan posisi rasi terus dilakukan setiap harinya untuk mengetahui blok mana saja yang sudah dilalui rasi.
 
Dari hasil pemantauan, pada 5 April 2022, saat ini rasi sudah memasuki zona rimba dengan ekosistem hutan alam. Berdasarkan beberapa literature, daerah jelajah macan tutul Jawa mencapai 10-15 km, tergantung dari jumlah individu yang ada.
 
“Semakin banyak individu macan tutul Jawa yang menghuni hamparan kawasan hutan, maka daerah jelajahnya akan semakin kecil,” terangnya.
 
Macan tutul Jawa merupakan jenis satwa soliter yang tidak membentuk suatu kelompok seperti halnya jenis mamalia lain yaitu primata.
 
Kabar baik ini sekaligus menepis kekhawatiran masyarakat mengenai pergerakan rasi yang cenderung ke arah pemukiman warga. Sebagai salah satu satwa liar, secara naluri pasti akan memilih untuk menjauhi manusia dan mencari perlindungan ke tempat yang lebih aman.
 
Adanya konflik antara manusia dan satwa liar disebabkan perubahan ekosistem yang seharusnya menjadi habitatnya.
 
“Kita berharap di bulan Ramadhan ini rasi bertemu dengan slamet ramadan dan segera melakukan perkawinan agar spesies kunci ini terus berkembang populasinya sebagai top predator, penyeimbang dalam kehidupan ekosistem di kawasan hutan TN Gunung Ciremai,” katanya.
 
Teguh dan Robi mengajak masyarakat untuk menjaga dan melestarikan keberadaan satwa liar Indonesia.
 
Pewarta : deha
Sumber : Humas BTNGC Kabupaten Kuningan

Diberdayakan oleh Blogger.