Gus Muhaimin, Politisi Muda Santun dan Menghormati Orang Tua


KUNINGAN  (KN),- Abdul Muhaimin Iskandar, yang akrab disapa Gus Muhaimin, Gus Ami atau Cak Imin adalah seorang politisi muda yang santun dan selalu menghormati orang tua.
 
Hal itu dikatakan anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI, Dapil Jabar 10 (Kabupaten Kuningan, Ciamis, Banjar dan Pangandaran) Yanuar Prihatin, usai Deklarasi Dukung Capres 2024 dari para pengemudi Ojol di Sawah Love, Desa Cikaso, Kecamatan Kramatmulya, Jumat (11/3/2022).
 
Menurut Yanuar, sebagai rekan satu kolega di DPR RI, figur Gus Muhaimin yang nama lengkapnya Dr (HC) Drs. H. Abdul Muhaimin Iskandar, M.Si, dalam kesehariannya sangat terbuka. Meskipun jabatannya Ketua Umum PKB namun paling mudah ditemui.
 
“Sepengalaman saya. Cak Imin berinteraksi dengan banyak elit politik apalagi sekelas pemimpin partai tingkat nasional, dia itu orang yang paling mudah ditemui, paling gampang,” katanya.
 
Dikatakan, jangankan pengurus DPP, misalnya pengurus DPC ke Jakarta ke kantor DPP saat itu ada Ketua Umum PKB akan mudah ditemui, tidak protokoler, sehingga orang akan merasa nyaman.
 
“Yang kedua, Gus Muhaimin adalah humoris. Jika teman-teman wartawan yang pernah bertemu dengan Gus Muhaimin, ketika ngobrol ada suasana humor, rileks dan tertawa, sehingga menyenangkan karena di PKB ada istilah berpolitik riang gembira,” katanya.
 
Selain itu pula, Gus Muhaimin energik, cekatan, semangat, mungkin karena usianya paling muda dibandingkan dengan pemimpin parpol lain.
 
Gus Muhaimin lahir 24 September 1966, berarti tahun ini usianya 56 tahun, semangat belajarnya masih punya, semangat mendengar orang masih bisa, semangat menyapa dan menginovasi.
 
Yang menarik lainnya dari Gus Muhaimin adalah dia terus menerus mentradisikan watak kesantriannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu santun, taat, patuh kepada kiai-kiai sepuh pesantren, Gus Muhaimin sangat menghormatinya.
 
“Meskipun sebagai Ketua Umum PKB ketika datang ke pesantren, tidak pernah duduk di kursi sedangkan kiai duduk di bawah, malah terbalik, kiai duduk kursi sedangkan dia duduk di bawah,” katanya.
 
Bapaknya Gus
Muhaimin bernama Muhammad Iskandar yang merupakan durriyah (keluarga) Pondok Pesantren Manbaul Ma'arif, Jombang, Jawa Timur, keturunan KH. Bisri Syamsuri salah seorang ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama.
 
Ditanya kapan Gus Muhaimin bisa bertemu dengan relawan di Kabupaten Kuningan, Yanuar menuturkan, nanti diatur dilihat dulu kondisinya, setelah konsolidasi dan Cak Imin juga waktunya sudah siap.
 
“Karena jadwal Gus Muhaimin sangat padat, diibaratkan hari ini makan pagi di Cirebon, makan siang di Yogyakarta, makan malam di Surabaya dan tidur di Denpasar,” katanya.
 
Kendati demikian, secara intens ia akan mengagendakan Gus Muhaimin bisa ke Kabupaten Kuningan bertemu dengan para relawan.
 
Data yang dihimpun kamangkaranews.com dari berbagai sumber, pendidikan Gus Muhaimin yang beristri Rustini Murtadho serta ayah tiga anak tersebut dimulai di Madrasah Tsanawiyah Negeri Jombang dan Madrasah Aliyah Negeri 1 Yogyakarta lulus 1985.
 
Setelah itu, melanjutkan pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Gadjah Mada (UGM).
 
Pendidikan masternya di Universitas Indonesia (UI) bidang komunikasi dan lulus 2001. Pada 2017 Gus Muhaimin memperoleh doctor honoris causa dari Universitas Airlangga Surabaya.
 
Perjalanan politik pria asal Jombang ini dimulai menjadi aktivis, pengurus partai, anggota dewan, hingga menjadi menteri. Sosok ini menjadi panutan politik bagi kader PKB dan sebagian besar warga NU. Ia bahkan dinobatkan sebagai “Panglima Santri”.
 
Sejak duduk di bangku kuliah, Gus Muhaimin aktif di tempat-tempat diskusi dan juga aktif di pergerakan mahasiswa. Dia bergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan terpilih menjadi Ketua Cabang PMII Yogyakarta periode 1994-1997.
 
Selain itu, dia juga aktif di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) serta Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) Yogyakarta, sebuah lembaga yang merupakan rujukan pemikiran Islam progresif saat itu bahkan hingga sekarang.
 
Di bidang jurnalisme, Gus Muhaimin pernah menjabat sebagai Kepala Litbang Tabloid Detik pada 1994.
 
Karier politiknya dimulai bersamaan lahirnya Era Reformasi. Pada 1998, ia bersama tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama termasuk Abdurrahman Wahid mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan ia ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend).
 
Pada pemilu 1999, terpilih menjadi anggota DPR RI dari PKB dan pada usia 33 tahun menjadi Wakil Ketua DPR RI 1999-2004, termasuk pimpinan termuda di DPR yang pernah ada waktu itu.
 
Ia juga pernah menjabat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sejak 26 Maret 2018 hingga 30 September 2019, bersama Ahmad Basarah dan Ahmad Muzani berdasarkan revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3).
 
Saat ini Gus Muhaimin sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024. Di pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) dipercaya menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009-2014.
 
Kariernya terus naik seiring menjabat Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Muktamar Bali 1 September 2014.
 
Kemudian secara aklamasi terpilih kembali untuk periode 2019-2024 karena dianggap berhasil menaikkan suara pemilu 2014 menjadi 9,04 persen.
 
Tidak hanya warga PKB dan NU yang mengakui ketokohannya. Pihak luar pun memiliki pandangan yang sama.  Ia dinilai sosok politikus yang mempunyai karakter, toleran dan santun, bisa berkoalisi dengan siapa saja asal sesuai dengan kemaslahatan ummat.
 
Ia pernah mewakili Indonesia dalam World Conference on Peace and Religion di Jerman pada 1995, mewakili Indonesia dalam International Conference on Interfeith Dialog and Peace di Washington DC, Amerika Serikat dan berbagai forum Internasional lainnya.
 
Gus Muhaimin pernah menulis beberapa buku, diantaranya, Melampaui Demokrasi, Merawat Bangsa dengan Visi Ulama” (Klik.R, Yogyakarta, 2006). Momentum Untuk Bangkit, Percikan Pemikiran Ekonomi, Politik dan Kebangsaan” (LKIS, 2009). 
 
Buku lainnya, “Melanjutkan Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur” (LKIS, 2010). Intoleransi, Diskriminasi dan Politik Multikulturalisme” (LKIS Yogyakarta) dan beberapa buku lainnya.
 
Pewarta : deha

Diberdayakan oleh Blogger.