Sri Laelasari Menggagas Pertemuan Lintas Sektoral Penanganan Kohe


KUNINGAN (KN),- Anggota Fraksi Gerindra-Bintang DPRD Kabupaten Kuningan, Sri Laelasari, menggagas pertemuan lintas sektoral dalam penanganan limbah kotoran hewan (kohe) yang berasal dari peternakan di kawasan Cisantana, Cigugur.

Berita terkait :
https://www.kamangkaranews.com/2021/12/anggota-dprd-pertanyakan-pabrik.html
 
Ia mengundang Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Peternakan dan Perikanan, Kepala BTNGC, Camat Cigugur, Polsek Cigugur, Kades Cisantana, Bank Kuningan dan Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha (susu sapi).
 
Pertemuan yang berlangsung di sebuah rumah makan di kawasan Cisantana, Jumat (24/12/2021) sore hingga malam, untuk membahas persoalan kohe yang hingga kini belum tuntas.
 
“Limbah kohe itu mencemari lingkungan dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial, maka harus segera diselesaikan secara sistematis dan terintegrasi dari berbagai pihak dan pemangku kebijakan,” katanya kepada kamangkaranews.com.
 
Menurutnya, dampak dari limbah kohe bukan hanya dirasakan oleh warga masyarakat di kawasan lereng Gunung Ciremai, seperti Desa Cisantana dan Cigugur namun merambah ke Cilengkrang, Kecamatan Kramatmutya.
 
“Persoalan kohe kita selesaikan mulai dari hulu, karena dari sana awal mula permasalahan yang ditimbulkannya, kemudian baru ke hilir,” katanya.
 
Dijelaskan, kendati tahun ini ada bantuan dari Dinas Peternakan dan Perikanan untuk pembelian pipanisasi tetapi tidak mencapai target sasaran dan harapan.
 
Disebutkan, panjang pipa yang diperlukan 750 meter tapi hanya terrealisasi 250 meter jadi masih kurang 500 meter, jika dihitung senilai Rp250 juta dan memang anggaran dari pemerintah untuk tahun ini senilai itu.
 
“Saya akan diskusikan ke Bupati Kuningan, mudah-mudahan direspon karena persoalan limbah kohe harus diselesaikan dari hulu dulu,” katanya.
 
Apalagi dalam pertemuan itu, ia merasa kaget mendapat informasi di Dano Cigugur, ada limbah kohe dari kandang sapi masuk ke salah satu mata air.
 
Ia berharap Pemerintah Kecamatan Cigugur dan Pemerintah Desa Cisantana, mensosialisasikan hal itu kepada peternak sapi di sana.
 
“Ini perlu dibuat beberapa metode penanggulangan kohe, kemudian yang kedua penanggulangan sampah lingkungan dan kepada para peternak akan dipertegas dengan aturan,” katanya.
 
Meskipun sudah ada Perda Nomor 7 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah serta Surat Edaran (SE) Bupati Kuningan Nomor 660.1/301/DLH/2020 tentang Larangan Pembuangan Limbah Ternak ke Sungai.
 
“Namun aturan tersebut implementasinya tidak jalan,” katanya.  
 
Perda itu perlu dimaksimalkan, termasuk ditambah beberapa kelengkapan seperti perizinan dan lain-lainnya. Masing-masing peternakan harus mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
 
“Tadi Alhamdulillah dari BTNGC akan memberikan bantuan anggaran Rp40 juta untuk wilayah Selatan diperkirakan antara Februari Maret karena di Lamping Kidang kelompok masyarakatnya masih swadaya butuh perhatian dari pemerintah,” katanya.
 
Kenapa harus dibantu ? karena ada pipa yang bocor dan masuk ke wilayah Utara yaitu Cilengkrang, Kecamatan Kramatmulya, padahal jauh dari lokasi peternakan sapi.
 
“Pertemuan tadi ingin ada persamaan persepsi, visi dan penyelesaian yang siginifikan, saya tidak ada kepentingan tetapi semua ini demi masyarakat Kabupaten Kuningan,” katanya.
 
Sri mengakui, sudah dua tahun permasalahan kohe belum tuntas, tidak ada titik temu dan bantuan pun minim, makanya ia berharap pemerintah daerah yang sifatnya urgensi lingkungan masyarakat agar lebih diperhatikan.
 
“Tolong anggaran penanganan lingkungan hidup dan sampah jangan tanggung tapi harus benar-benar terukur sesuai kondisi dan kebutuhannya,” tandasnya.          
 
Pantauan media ini, dampak kohe juga dirasakan warga masyarakat Kelurahan Winduherang yang berbatasan dengan Kelurahan Purwawinangun, Kecamatan Kuningan.
 
Menurut pengakuan warga, jika pintu rumah dibuka waktu pagi hari bukan hawa sejuk yang dirasakan tapi bau kohe yang berasal dari peternakan.
 
Pewarta : deha

Diberdayakan oleh Blogger.