Kuningan Empat Besar Surplus Produksi Padi di Jawa Barat


KUNINGAN (KN),- Kendati pandemi Covid-19 hingga saat ini belum mereda namun hasil produksi pertanian, khususnya tanaman padi di Kabupaten Kuningan termasuk empat besar di Jawa Barat yang mengalami surplus.

 

“Pandemi Covid-19 memang mempengaruhi penyediaan sarana dan prasarana para petani,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan, Ukas Suharfaputra di ruang kerjanya, Senin (21/6/2021).

 

Menurutnya, daya beli para petani menurun sehingga kemampuan mereka menyediakan pupuk, benih terganggu karena mengutamakan konsumsi pangan, bahkan ada beberapa petani tidak bisa menanam.

 

“Data tahun 2020 ada sekitar 700 hektar lahan yang tidak tertanam,” sebutnya.

 

Mengantisipasi penurunan produksi, ia membuat terobosan program Guyur Benih (Gurih) yaitu program menghimpun semua potensi dari berbagai sumber anggaran tidak hanya APBD Kuningan TA 2020 hampir Rp2 M tapi juga bantuan Pemprov Jabar dan APBN.

 

Difokuskan untuk membantu para petani dengan luas lahan dibawah 0,14 hektar (kurang dari satu bata)  karena dinilai paling terdampak, kalau petani lahannya di atas 1-2 hektar keatas masih kuat dan punya modal yang cukup.

 

“Tapi yang dibawah 0,14 hektar, baik penggarap maupun buruh mereka sebenarnya paling repot dan menjadi sasaran program Guyur Benih di sektor holtikultura dan pangan bisa membantu 11.000 – 12.000 petani atau kurang lebih 1000 hektar,” katanya.

  

Program ini dimulai pertengahan 2020 hingga akhir tahun atau di musim tanam kedua dan ketiga, sedaangkan bantuannya berupa benih dan pupuk.

 

Hasilnya dengan cepat bisa terlihat dalam masa panen di akhir 2020 periode April-September 2020 dan Oktober 2020-Maret 2021.

 

“Alhamdulilah dengan program itu kita bisa mempertahankan surplus pangan, bahkan hasil evaluasi Kemenpan RI pertengahan 2021 Kuningan termasuk salah satu dari empat kabupaten/kota yang mengalami surplus khususnya padi,” katanya.

 

Dibandingkan 2019, pada tahun 2020 bisa mencapi surplus hingga 53.238 ton dan pada tahun ini akan terus dipertahankan.

 

“Artinya pandemi Covid-19 yang dimulai pada 2020 untuk stock pangan daerah aman dan 2021 akan kita pertahankan dengan program yang sama,” katanya.

 

Dijelaskan, empat kabupaten/kota daerah di Jawa Barat itu terdiri dari Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Banjar.

 

Indikatornya ada tiga yakni luas panen, luas produksi dan produktivitas yang catatannya berwarna biru semua, sedangkan daerah lain kemungkinan satu atau dua indikator tersebut ada yang merah, berarti defisit.  

 

Seperti halnya Kabupaten Subang yang dikenal daerah lumbung padi, memang total produksinya yang terbesar tapi dibandingkan dengan panen tahun kemarin pada periode yang sama ternyata turun hingga 51.000 ton.

 

Di kabupaten Kuningan, dari luas lahan sawah 28 ribu hektar, 11 ribu hektar indek tanam dua kali, 11 ribu hektar lagi indek tanam tiga kali dan 6 ribu hektar hanya satu kali dengan IP rata-rata 2,6 kali.

 

“Pada 2021 akan ditingkatkan bisa sampai empat kali tanam dalam setahun karena di daerah lain juga sedang dilakukan,” katanya.

 

Menyikapi pandemi Covid-19 adanya keterbatasan aktivitas petani sesuai dengan anjuran pemerintah menerapkan prokes 3M, ia menganjurkan agar adanya kemandirian petani, misalnya penyediaan pupuk.

 

Ia menyarankan memanfaatkan pupuk organik yang berasal dari sumber daya dan potensi di lingkungan masing-masing karena pupuk itu bisa dibuat sendiri atau dibuat secara mandiri  

     

“Makanya tahun ini saya mengadakan kursus penyiapan pupuk organik berbasis bahan baku lokal di 16 UPTD untuk meningkatkan kemandirian petani dalam hal penyediaan pupuk,” katanya,

 

Ia menyebutkan, dengan adanya kemandirian petani bisa menghemat anggaran petani untuk membeli pupuk subsidi non organik hampir 400 persen.

 

Dicontohkan, luas sawah 100 bata harus mengeluarkan biaya pembelian pupuk non organik Rp800.000 – Rp1.000.000 tetapi dengan penggunaan pupuk organik hanya Rp40.000 - Rp.50.000 untuk lahan 100 bata.

 

“Kemandirian petani sangat penting jangan mengandalkan penyediaan pupuk non organik, apalagi jika harganya naik sehingga biaya produksi para petani akan bertambah,” pungkasnya.

 

deha


Diberdayakan oleh Blogger.