Pembangunan Panti Psikotik Terkena Refocusing



KUNINGAN,- Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengadaan sarana rehabilitasi sosial sesuai dengan kewenangan dan tingkatannya.

 

Kewajiban pemerintah pusat membangun balai rehabilitasi, pemerintah provinsi, seperti halnya Pemprov Jawa Barat namanya panti rehabilitasi dan pemerintah kabupaten/kota berbasis masyarakat yaitu rehabilitasi sosial di luar panti.

 

Hal itu dikatakan Kadis Sosial Kabupaten Kuningan melalui Kabid Rehabilitasi Sosial, Endi Susilawandi, kepada kamangkaranews.com di ruang kerjanya, Selasa (16/2/2021).

 

Sejak tahun 2018 ia mengusulkan ke Dinas Sosial Jabar, pengadaan Panti Psikotik terutama penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan baru akan terrealisir tahun 2020 namun terkena refocusing akibat pendemi COVID-19.

 

“Bukan membangun gedung baru tapi mengalihfungsikan Panti Napza (narkotika) di Cisarua Lembang Bandung,” katanya.

 

Menurutnya, di Jawa Tengah punya 14 panti rehabilitasi tidak membangun gedung baru tapi panti yang kurang efektif penanganan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) dialihfungsikan.

 

Di Jawa Barat ada tiga Panti Bina Remaja di Lembang Bandung, Cikanjeng Pangandaran dan satu lagi di Palimanan Cirebon.

 

“Kenapa Panti Bina Remaja itu tidak dikhususkan saja di Pangandaran dan Palimanan, sedangkan yang di Cisarua Lembang Bandung untuk Panti Psikotik karena dekat dengan Rumah Sakit Jiwa,” kata Endi dalam usulannya.

 

Sedangkan rumah singgah khusus untuk orang-orang terlantar, seperti PMKS jalanan dan penyandang disabilitas mental yang tidak diakui atau berkeliaran di luar lingkungan keluarganya.

 

“Di Kabupaten Kuningan belum ada rumah singgah,” katanya.

 

Dijelaskan, rumah singgah hanya untuk persinggahan sementara dengan batas waktu maksimal 7 hari, kemudian dilakukan identifikasi dan jika sudah diketahui alamatnya maka akan dipulangkan kepada keluarganya.

 

“Kalau tidak diketahui atau ditemukan alamatnya, misalnya lansia karena kepikunan akan dikirim ke Panti Lansia milik Dinsos Jawa Barat, anak terlantar diserahkan ke Panti Anak, kalau di sana overload maka kita mencari tempat lain,” katanya.

 

Sedangkan ODGJ tanpa identitas seharusnya dimasukan ke rumah sakit pemerintah di Cisarua Lembang Bandung karena menggunakan anggaran Bantuan Gubernur (Bangub).

 

“Kalau Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) di Bogor milik Kementerian Kesehatan tapi jika MoU penanganan PMKS jalanan maka Pemda Kuningan harus menyediakan anggaran KIS (Kartu Indonesia Sehat),” ucapnya.

 

Dalam Permendagri 90 tahun 2019 ada pos anggaran bantuan kesehatan di bidangnya, namun tahun 2021 tidak ada tapi 2022 anggaran itu ada mau dicantumkan, hanya saja ia ragu-ragu takut tumpang tindih dengan Dinas Kesehatan.

 

“Takut tumpang tindih dengan Jamkesda Dinas Kesehatan,” katanya.

 

Berbeda dengan di Cisarua Lembang Bandung karena pada tahun sebelumnya ada Bangub yang penting ada SKTM atau surat keterangan dari Dinsos Kabupaten Kuningan menyatakan orang tersebut PMKS jalanan bisa mengajukan permohonan pembebasan biaya.

 

Ia berharap Dinas Kesehatan mengidentifikasi warga Kabupaten Kuningan yang keluarganya terdapat ODGJ, kemudian datanya dikirim ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil apakah sudah punya KTP atau belum, minimal rekam KTP.

 

“Kenapa Dinas Kesehatan ? karena mereka mempunyai penunjang berupa puskesmas yang tersebar di berbagai kecamatan,” katanya.

 

Bisa untuk keperluan pembuatan KIS dan ketika ada ODGJ jalanan ditangkap Sat Pol PP maupun berkeliaran di luar Kabupaten Kuningan akan mudah diidentifikasi.

 

Disebutkan, tahun 2019 hingga 2020 terdapat 2.232 ODGJ yang didata Dinas Kesehatan sudah berobat ke puskesmas tapi ada beberapa yang belum terdata karena disembunyikan pihak keluarganya (dipasung, red).

 

Sedangkan ODGJ tanpa identitas yang terdata Dinas Sosial dari tahun 2018 lebih dari 20 orang.  

 

Terkait anak yang menjadi korban kekerasan seksual di Kabupaten Kuningan, ia menyarankan harus ada Traumatik Center dan penanganannya secara komprehensif.

 

“Jangan sampai ketika anak itu sudah dewasa, justru akan menjadi pelaku kekerasan kepada anak lain,” katanya.

 

deha 

Diberdayakan oleh Blogger.