Kasihan Masyarakat Jika Sembako Dari Pemkab Kuningan Dihentikan




KUNINGAN (KN) Bantuan sosial sembako dari Pemerintah Kabupaten Kuningan kepada masyarakat terdampak Covid-19 pada Bulan Juli 2020 merupakan pengiriman tahap ketiga atau yang terakhir dengan total keseluruhan mulai tahap I, II dan III sebanyak 75.000 paket.  

Tahap I dibagi tiga yaitu 20.000 oleh Dinas Sosial Kuningan, 2.500 paket Dinas Ketahanan Pangan dan 2.500 paket Bagian Ekonomi Setda Kuningan. Sedangkan untuk tahap II dan III berjumlah masing-masing 25.000 paket dilakukan Dinsos.

“Bulan depan diprediksi akan timbul gejolak sosial karena menuai kecemburuan dari masyarakat yang tidak mendapatkan bansos dari Pemerintah Pusat dan Pemprov Jawa Barat,” kata pemerhati sosial, Eni Daniarti, kepada redaksi kamangkaranews.com, melalui telepon selularnya, Sabtu (11/7/2020).

Bansos itu, diantaranya Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD), Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) serta sembako dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Berdasarkan informasi, BST dan BLT DD akan diteruskan hingga Desember 2020 meskipun jumlah uangnya dikurangi 50 persen. Termasuk sembako dari Pemprov Jawa Barat akan dilanjutkan. Belum lagi bansos lainnya yang rutin diberikan yaitu PKH dan BPNT,” katanya.

Menurut alumnus Institut Pertanian Bogor dan program magister Universitas Indonesia itu, sebaiknya Bupati Kuningan mengevaluasi dan menganalisa kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika bansos sembako dihentikan karena rentan terjadinya degradasi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah.

“Berita di kamangkaranews.com, jumlah anggaran penanganan percepatan Covid-19 di Kabupaten Kuningan yang bersumber dari Biaya Tak Terduga (BTT) tahun 2020 jumlahnya lumayan besar, bencana non alam Rp72 miliar dan bencana alam Rp5 miliar,” sebutnya.

Ia berpendapat, Bupati Kuningan agar lebih memprioritaskan alokasi anggaran untuk kesehatan, baik penanganan Covid-19 maupun sosialisasi di media ruang terbuka dan media massa serta membantu meringankan beban masyarakat yang terdampak Covid-19.

Kendati demikian, masih kata Eni, pendapat itu semata-mata karena rasa empaty kepada masyarakat Kabupaten Kuningan dan semua itu dikembalikan kepada Bupati Kuningan sebagai pemegang kebijakan.

Menyikapi gerakan para wartawan yang tergabung dalam ANARKIS meminta adanya transparansi alokasi anggaran penanganan Covid-19 dan realisasi penggunaannya, ia memberikan apresiasi dan berharap Bupati Kuningan memiliki kepekaan terhadap situasi seperti itu.

“Saya sebagai salah satu warga Kota Bogor turut prihatin karena hubungan antara pemerintah dengan pers idealnya equal partnership,” katanya.

deha

Diberdayakan oleh Blogger.