Validitas Data Rapid Test Rumah Sakit Pemerintah Kontra Hukuman Sosial


Oleh : Dadang Hendrayudha

SEJAK Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Indonesia yang didirikan pada 13 Maret 2020 kemudian secara hirarki dibentuk di tingkat provinsi, kabupaten/kota, setiap harinya mempublikasikan informasi data mengenai pandemi virus Corona (Covid-19) mulai skala nasional hingga kabupaten/kota.

Informasi tersebut biasanya mengenai jumlah Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pemantauan (ODP), PDP (Pasien Dalam Pengawasan), Rapid Positif dan Positif Aktif, selain itu pula jumlah orang yang meninggal dunia maupun yang dinyatakan sembuh.

Alur data diperoleh dari pihak rumah sakit rujukan, baik negeri maupun swasta dan PKM di setiap kabupaten kota, kemudian dicatat oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 kabupaten/kota hingga tingkat nasional, selanjutnya dipublikasikan kepada masyarakat melalui media massa (cetak, online dan elektronik).

Namun benarkah data informasi mengenai Rapid Positif dari rumah sakit rujukan atau PKM yang diterima Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 kabupaten/kota semuanya dilengkapi dengan surat keterangan ?.

Sangat disayangkan apabila hasil Rapid Test tidak dilengkapi surat keterangan dari rumah sakit atau PKM, sedangkan kondisi itu sudah diekpose melalui pemberitaan di media massa bahwa seseorang dinyatakan Rapid Positif setelah dilakukan Rapid Test oleh pihak rumah sakit atau PKM.

Hal itu bukan hanya menimbulkan fitnah namun orang dimaksud telah menjadi “korban” Rapid Test karena sudah mendapat hukuman sosial, sehingga dampak psikologisnya dirasakan juga oleh keluarga bahkan lingkungan di sekitarnya.

Salah satu contoh, ada warga di Kabupaten Kuningan, dinyatakan Rapid Positif setelah dilakukan Rapid Test oleh Rumah Sakit Umum Daerah 45, kemudian dicatat oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Kuningan dan informasi itu disebarluaskan oleh media massa (cetak, online dan elektronik).

Hanya berselang beberapa jam, orang yang “disangka” Rapid Positif tersebut melakukan Rapid Test di salah satu rumah sakit swasta dan hasilnya sungguh mencengangkan : Non Reaktif dengan adanya surat keterangan resmi dari rumah sakit.
    
Kendati demikian, publik sudah terlanjur disuguhi pemberitaan awal bahwa orang yang menjalani Rapid Test di rumah sakit umum negeri milik pemerintah dinyatakan Rapid Positif, meskipun sang “korban test” tidak diberikan surat keterangan resmi dari pihak rumah sakit.

Fenomena ini sangat menarik dan tidak tertutup kemungkinan bisa saja terjadi di daerah lainnya di Indonesia, sehingga menimbulkan pertanyaan : Sudah validkah akurasi data Rapid Test yang dilakukan rumah sakit umum atau PKM sehingga menjadi acuan untuk dipublikasikan kepada masyarakat ?.

Hal ini perlu dievaluasi karena bukan saja tentang pertanggungjawaban validitas dan akurasi data Rapid Test yang dilakukan rumah sakit milik pemerintah namun menyangkut masa depan warga yang menjadi “korban” Rapid Test dan terpaksa mendapat hukuman sosial sehingga dikucilkan dari kehidupan di lingkungannya.  

*) Dadang Hendrayudha, wartawan kamangkaranews.com, tinggal di Kabupaten Kuningan

Diberdayakan oleh Blogger.