Tour de Linggarjati, Antara Prestasi Atlet dan Prestise Pejabat dalam Kabut Pariwisata
Oleh: Dadang Hendrayudha.
Tour de Linggarjati (TdL) di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, hingga 2025 sudah 8 kali dilaksanakan sejak 2015 dan sempat ditunda dua tahun saat pandemi (Covid-19) melanda Indonesia. Event balap sepeda ini diikuti peserta dari berbagai daerah di Indonesia dan juga dari mancanegara.
Konon TdL bukan sekedar mengasah prestasi atlet sepeda tetapi untuk mempromosikan pariwisata di Kabupaten Kuningan, sehingga nantinya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak sektor pariwisata, termasuk pajak hiburan, hotel dan restoran.
Namun kenyataannya, pelaksanaan TdL terkesan hanya prestise para pejabat pemerintah daerah dan setelah selesai dibiarkan begitu saja, tidak pernah ada informasi dari Pemda Kuningan yang disampaikan Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata kepada publik mengenai peningkatan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kuningan dalam kurun waktu satu tahun berikutnya.
Seharusnya Pemda Kuningan mempublikasikan di media massa mengenai data kunjungan wisatawan setelah dilaksanakannya TdL, berapa persen peningkatannya dan jenis wisata apa yang paling disukai oleh para wisatawan.
Kendati banyak peserta TdL dari luar Kabupaten Kuningan yang tidur di hotel, bukan berarti sudah bisa mendongkrak PAD dari sektor pariwisata karena kedatangan peserta TdL tentunya bukan hanya atletnya saja tetapi bersama dengan tim offisialnya.
Transparansi informasi publik sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Begitu pun pembangunan di Indonesia mengacu kepada konsep Pentahelix meliputi 5 unsur yaitu Pemerintah (Political Power), Komunitas Masyarakat (Social Power), Akademisi (Knowledge Power), Pebisnis atau Pengusaha dan Media Massa.
Mantan Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pemprov DKI Jakarta, yang kebetulan pituin dari Darma, Kabupaten Kuningan, Jeje Nurjaman, dalam wawancara dengan wartawan media online beberapa waktu yang lalu, mengatakan, ketika TdL baru pertama dilakukan pada 2015 ia turut mensuport ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI.
Akan tetapi, ia merasa kecewa karena TdL tidak bisa meningkatkan kunjungan wisatawan, baik domestik (lokal) maupun mancanegara. Padahal potensi alam di Kabupaten Kuningan tidak kalah menariknya dibandingkan daerah lainnya.
Menurutnya, event itu sudah masuk kalender tahunan di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI yang seharusnya menjadi perhatian Pemda Kuningan agar bisa memacu kepariwisataan di Indonesia.
Penulis berpendapat, pembangunan kepariwisataan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan good will pemimpin dengan menjalankan konsep Pentahelix secara utuh, tidak subyektif apalagi politis pasca Pemilu Bupati dan Wakil Bupati 2024, sehingga tidak menimbulkan like and dislike kepada pihak tertentu.
Pengembangan pariwisata di Kabupaten Kuningan harus terintegrasi dan komprehensif melibatkan berbagai unsur secara simbiosis mutualisme. Mulai dari promosi, kerja sama dengan pengusaha biro perjalanan wisata, hotel, rumah makan, pengusaha obyek wisata serta seniman maupun budayawan.
Termasuk infrastruktur jalan yang baik menuju obyek wisata, lahan parkir yang memadai serta ada jaminan keamanan agar pengunjung merasa nyaman dan tenang saat berada di lokasi obyek wisata.
Sehingga profil dan wajah Kabupaten Kuningan bisa menarik di tataran obyek wisata regional, nasional maupun internasional disertai ciri masyarakat Kuningan yang someah dan berkarakter, sesuai Visi Kuningan MELESAT ; "Maju, Empeworing, Lestari, Agamis dan Tangguh".
Penulis: wartawan kamangkaranews.com, tinggal di Kabupaten Kuningan.
Post a Comment