Jurnalis Kuningan : RUU KUHP Ancam Insan Pers Sebagai Pelaku Kriminal



KUNINGAN (KN),- Aliansi Jurnalis Kuningan Bersatu (Anarkis) menilai ada 10 pasal dalam RUU KUHP yang berpotensi mengancam para insan pers sebagai pelaku kriminal.  

Hal itu dipaparkan dalam aksi demo menolak keras RUU KUHP karena terdapat pasal-pasal yang mengekang kebebasan pers di depan Gedung DPRD Kuningan Jalan RE Martadinata Ancaran, Senin (30/9/2019). 

Koordinator Umum (Kordum) aksi, Iyan Irwandi, mengatakan, meskipun Presiden RI belum lama ini mengumumkan penundaan pengesahan RUU KUHP, tetapi penundaan tersebut masih menjadi keresahan bersama, khususnya di kalangan jurnalis di Indonesia, begitu pula di Kabupaten Kuningan.

“Untuk itu para insan pers menolak pasal – pasal RUU KHUP yang mengekang kebebasan pers, karena bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” katanya.

Disebutkan, 10 pasal dimaksud yaitu Pasal 217 – 220 tentang tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden, Pasal 240 – 241 tentang penghinaan kepada pemerintah, pasal 246 – 247 tentang penghasutan untuk melawan penguasa umum, pasal 262 -263 tentang penyiaran berita bohong. 

Kemudian pada pasal 281 tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan, pasal 304 – 206 tindak pidana terhadap agama, pasal 353 – 354 tentang penginaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, pasal 440 tentang pencemaran nama dan pasal 446 tentang pencemaran orang mati.

Pasal-pasal karet di RUU KUHP tersebut akan mengarahkan pers atau publik pada umumnya pada praktik otoritarian seperti yang terjadi di Era Orde Baru. Mereka secara tidak langsung mengeneralisasi pendapat kritis masyarakat termasuk kritik pers sebagai penghinaan dan ancaman kepada penguasa.

“Maka, kami “Aliansi Wartawan Kuningan Bersatu” dengan tegas mendesak untuk menolak dan membatalkan pasal-pasal yang bertentangan dengan kebebasan pers,” tandasnya. 

Masih kata Iyan, jangankan RUU KUHP, keberadaan Undang-Undang Pers nomor 40 tahun 1999 yang sudah jelas sebagai pedoman jurnalis, pada prakteknya kerap diabaikan.

Menurutnya, tindakan pemerintah dan aparatur negara kerap lupa dan tidak mengacu pada UU Pers sehingga masih banyak terjadi tindak kekerasan terhadap jurnalis terutama jurnalis di lapangan yang bertugas meliput berbagai peristiwa.

deha--


Diberdayakan oleh Blogger.