Jalan Baru Diberi Nama Eyang Kyai Hasan Maolani, Yusron : Terima Kasih Bupati Kuningan
KUNINGAN (KN),- Salah seorang keluarga dan keturunan Eyang Kyai Hasan Maolani yaitu Yusron Kholid, mengucapkan terima kasih kepada Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, yang telah meresmikan jalan baru mulai dari Tugu Ikan di Sampora hingga Tugu Sajati di Ancaran dengan nama Eyang Kyai Hasan Maolani, Rabu (40/4/2025).
Menurut Yusron yang nama lengkaonya
H. Yusron Kholid, S.Ag. M.Si bin Kyai M. Oban Shobari bin Kyai Djamali bin Kyai Ijmali bin Kyai Imamuddin bin Eyang Kyai Hasan Maolani, pemberian nama jalan terpanjang di kabupaten Kuningan (13.7 KM) merupakan momentum bersejarah bagi masyarakat Kuningan.
Tentunya masyarakat Kuningan sangat menyambut dengan sukacita dan penuh rasa syukur atas langkah mulia Bupati Kuningan memberikan penghargaan serta penghormatan yang tinggi kepada Eyang Kyai Hasan Maolani.
"Eyang Kyai Hasan Maolani sebagai ulama pejuang pituin Kuningan yang sangat berpengaruh di tatar Sunda dan sebagian wilayah Jawa kami segenap keluarga besar nasab atau dzuriyyah Eyang Kyai Hasa Maolani yang secara demografis dan kewilayahan keturunannya banyak tersebar di daerah Jawa Barat, Jakarta Banten, Jawa Tengah serta di luar Jawa," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, sebagai warga daerah sekaligus cicit kelima Eyang Hasan Maolani, sungguh bersyukur disertai ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Bupati Kuningan yang telah menorehkan kearifan spiritual dan sosialnya dalam bingkai kebangsaan.
Ia mengapresisasi perhatian Bupati Kuningan yang tidak hanya dalam bentuk pengakuan dan penghargaan atas jasa besar Eyang Kyai Hasan Maolani, lebih dari itu semua, Bupati Kuningan telah memuliakan ulama pejuang sebagai warotsatul anbiya, yang insya Alloh bernilai berkah bagi kekhidmatan pembangunan manusia khususnya di daerah.
Begitu pula, pihak keluarga merasa bersyukur atasnama dzuriyyah sekaligus warga daerah ketika Bupati Kuningan berkomitmen untuk membantu memperjuangkan Eyang Kyai Hasan Maolani sebagai Pahlawan Nasional.
Ia mengucapkan rasa syukur serta apresiasi kepada Bupati Kuningan yang telah mengagendakan program pelestarian budaya diantaranya siap menjadikan benda- benda peninggalan, manuskrif serta Saung Petilasan atau rumah keramat Eyang Kyai Hasan Maolani yang bernilai sejarah, sebagai situs edukasi kesejarahan sekaligus area wisata religi daerah.
"Semoga kebaikan Bapak Dr. H. Dian Rachmat Yanyar, M.Si dan pihak terkait yang telah memberikan penghormatan, penghargaan serta pemuliaan Eyang Kyai Hasan Maolani dicatat sebagai amaliyah hasanah disertai permohonan doa, semoga kita semua khususnya dzurriyah Eyang Kyai Hasan Maolani dapat meneladani semangat juang serta amaliyah hasanahnya," ucapnya.
Yusron menerangkan, secara sosiologis, politik dan teologis, Eyang Kyai Hasan Maolani bukan semata leluhur dari dzurriyah atau keturunannya, namun sosok ulama pejuang yang oleh sejarawan Belanda disebut Tiga Goeroe Jawa-GWJ Drewes, Drie Javaansche Goeroe's - Hun Leven Onderricht En Messiasprediking 1925 sekaligus aset kesejarahan bangsa Indonesia.
Eyang Kyai Hasan Maolani, lahir di Lengkong Kuningan Senin 22 Mei 1782 M dan wafat dalam status tahanan pemerintah kolonial di pengasingan pada 29 April 1874 adalah sosok ulama besar yang membentengi aqidah ummat, pendidik para santri, peneguh thoriqoh Sathoriyah, pengajar ilmu pertanian, ilmu beladiri serta pejuang pergerakan yang sangat berani menolak dan melawan tata aturan pemerintahan kolonial yang nyata nyata merugikan warga pribumi.
Atas dasar perlawanan itu, pada 1841 Eyang Kyai Hasan Maolani dibujuk oleh kolonial dalam sebuah pertemuan rekayasa di Cirebon agar menghentikan segala macam bentuk perlawanan. Namun Eyang Kyai Hasan Maolani tetap menolak hingga ahirnya ditahan selama 3 bulan pada usia 59 tahun.
Oleh karena selama ditahan di Cirebon banyak penjenguk dari keluarga, para santri dan ulama daerah, maka Eyang Kyai Hasan Maolani dipindahkan ke Batavia dan ditahan selama 4 bulan, namun ternyata lebih banyak lagi penjenguk dari para ulama Jawa bagian barat.
Akhirnya pemerintah kolonial merasa keberatan karena dapat dimungkinkan melahirkan perlawanan phisik, maka Eyang Kyai Hasan Maolani dibuang ke pulau Kaima daerah Ternate selama 100 hari, kemudian Eyang Kyai Hasan Maolani dipenjarakan di kampung Tondano daerah Menado Sulawesi Utara sebagai tahanan negara hingga akhir hayatnya.
Pewarta : deha.
Post a Comment