Nyamuk Gagalkan Operasi Militer Penangkapan Gembong Narkoba
NYAMUK, dalam bahasa asingnya disebut
mosquito, merupakan binatang sejenis serangga penghisap darah. Kendati ukuran
badannya kecil, namun serangga ini bisa menyebarkan berbagai penyakit, antara
lain, malaria, demam berdarah, chikungunya dan penyebar virus zika.
Penulis tidak bermaksud menjelaskan binatang
ini secara keilmuan (biologi atau etimologi, red). Namun ada kisah menarik dari
makhluk kecil ini karena telah menggagalkan upaya pemberantasan narkotika di
pedalaman Negara Colombia Amerika Selatan milik jaringan kartel Fablo
Eskobar.
Kawasan hutan Amazon sering digunakan sebagai
tempat pengolahan dan memproduksi kokain secara besar-besaran. Jaringan kartel
narkotika memiliki tentara sendiri (Private Army) yang dilengkapi senjata
militer canggih. Mereka bertugas melindungi lokasi pengolahan narkotika dari
serangan pihak luar.
Bahkan bagi penduduk setempat, tanaman
Erytroxylon coca yang merupakan bahan baku pembuatan kokain, dapat memberikan
nilai ekonomis dan dijadikan mata pencaharian sebagai petani coca. Apakah di
lahan milik jaringan kartel maupun secara perorangan yang banyak tumbuh subur
di pegunungan Andes.
Menurut cerita, penumpasan gembong narkoba di
wilayah Amerika Selatan pernah dilakukan oleh satu kompi pasukan gabungan dari
berbagai negara yang dipimpin satuan khusus DEA Amerika Serikat. Mereka melakukan
operasi militer sangat rahasia di hutan lebat perbatasan Negara Columbia –
Venezuela. Targetnya hanya satu : menghancurkan tempat pengolahan pembuatan
kokain milik jaringan kartel.
Pada saat itu komandan pasukan gabungan sedang
fokus mengamati situasi dan memberikan instruksi kepada para prajurit agar mengamankan
parameter penyergapan dengan menggunakan isyarat tangan. Namun tiba-tiba terdengar
suara tembakan berasal dari senjata salah seorang prajurit yang baru lulus dari
sekolah militer.
Tak pelak, hal itu mengundang reaksi pihak
musuh. Pasukan gabungan dihujani peluru dari segala arah. Dentuman roket
menghantam bertubi-tubi. Pertempuran tidak seimbang tersebut berlangsung begitu
cepat. Banyak pohon tumbang dan terbakar. Darah berceceran dimana-mana, asap tebal
menyelimuti puluhan mayat yang bergelimpangan. Singkat cerita : pasukan
gabungan dibantai habis-habisan.
Dari sekian banyaknya korban, ada satu orang
anggota pasukan gabungan yang masih hidup. Ia hanya mengalami luka tembak di
bagian kaki sebelah kiri, sehingga ditangkap dan diinterogasi di salah satu ruangan
di pabrik pengolahan narkoba yang tidak jauh dari lokasi pertempuran. Karena
faktor bahasa, investigasi ditunda menunggu datangnya keponakan raja obat bius
Fablo Eskobar yang konon pernah kuliah di universitas terkemuka di negara Paman
Sam.
Tak lama kemudian, orang yang ditunggupun
datang. Namun ia kecewa karena informasi yang dimintanya tidak dibocorkan
tawanan meskipun telah disiksa secara sadis. Akhirnya anggota pasukan gabungan
itu harus segera dieksekusi : ditembak mati !.
Kemudian keponakan Fablo Eskobar membuka
rekaman kamera rahasia sejenis CCTV tapi ukurannya sangat kecil dan dilengkapi alat
perekam suara yang dipasang tersembunyi di sudut ruangan tempat tawanan itu ditahan.
Selang beberapa menit, ia tertawa terbahak-bahak sambil menembakkan pistolnya
ke atas, lalu berteriak, “Gracias mosquito
columbiano, gracias mosquito columbiano”.
Serentak anak buahnya menghampiri dan
bertanya : “Ada apa tuan ?”.
Sang keponakan Fablo Eskobar menjelaskan, dalam
rekaman CCTV, tawanan itu memaki-maki dirinya sendiri dan mengatakan, “Sialan, gara-gara temanku menepuk seekor
nyamuk di pipiku terlalu keras, aku jadi kaget dan tanpa sengaja menarik
pelatuk senjata, akibatnya misi gagal dan aku ditawan”.
Malamnya, pesta kemenangan digelar. Alunan
musik samba mengiringi lekuk tubuh penari seksi menghibur Private Army.
Dentingan botol minuman keras, asap rokok cerutu dan suara letupan senjata ke
udara melengkapi suasana hingar bingar penikmat dunia hitam.
Kendati bos kartel terbesar itu pada akhirnya
bisa ditangkap DEA dan dijebloskan ke penjara beberapa tahun kemudian, namun
cerita tentang nyamuk tersebut masih menarik untuk dibicarakan masyarakat
setempat. Bahkan para petani coca di pegunungan Andes menganggapnya sebagai ‘pahlawan
kecil’.
*) Dadang Hendrayudha, tinggal di Kuningan
Post a Comment