Yanuar Prihatin : Kampanye Pejabat Negara Harus Diatur Ulang dalam Revisi UU Pemilu



JAKARTA (KN),- Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin, mengatakan, perjalanan dinas pejabat negara harus diatur ulang supaya tidak berhimpitan dengan jadwal kampanye layak ditindaklanjuti.


"Hal itu menjadi sorotan Mahkamah Konstitusi (MK) dan saya kira sangat penting untuk mengatur ulang kampanye para pejabat negara setingkat presiden/wakil presiden dan menteri ini," kata Yanuar dalam siaran persnya, Selasa (23/4/2024).


Menurutnya, selama ini mereka sadar atau tidak sadar, seringkali menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat untuk kepentingan elektoral. Fasilitas negara dan program-program pemerintah yang instan, semisal bansos dan sejenisnya, tidak boleh lagi disalahgunakan untuk tujuan politik praktis. 


"Pemilu 2024 memberikan pelajaran sangat berharga bahwa pemilu yang tidak jujur dan tidak adil akan melahirkan kecurangan yang terus berulang, karena penyalahgunaan wewenang ini," katanya.


Disebutkan, terkait dengan soal itu, UU Pemilu harus direvisi setidaknya tiga hal. Pertama, secara teknis harus dipertegas ulang jadwal cuti khusus untuk para pejabat ini saat ingin kampanye politik. Durasi waktu atau jumlah harinya harus jelas, dan semua jadwal cuti ini wajib dilaporkan kepada KPU dan Bawaslu secara resmi.


Selama cuti seluruh fasilitas negara yang melekat pada dirinya harus dilepaskan, seperti mobil dinas, protokol dan ajudan yang dibiayai negara, kewenangan pembagian program pemerintah, dan lain-lain.


Kemudian yang kedua, sanksi berat atas pelanggaran tersebut harus jelas, terukur dan nyata. Sanksi menjadi kewenangan Bawaslu dan wajib dipatuhi oleh pejabat yang bersangkutan jika terbukti melanggar.


"Selama ini, tanpa sanksi yang berat dan jelas, presiden dan para menteri bisa seenaknya mempengaruhi pilihan politik rakyat dengan menggunakan fasilitas negara dan memanfaatkan kewenangannya secara terbuka untuk tujuan elektoral," katanya.


Ketiga, pembagian bansos, bea siswa, sertifikat tanah, pembagian uang, peresmian-peresmian sarana/prasarana yang berdampak pada masyarakat, harus diatur ulang waktunya agar tidak tumpang tindih di masa-masa kampanye. 


"Tentu saja, masih banyak aspek lainnya yang harus direvisi dalam UU Pemilu, termasuk lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku politik uang dalam pemilu dan fenomena ini harus dicari akar masalahnya agar konstruksi UU Pemilu mampu menjawab soal ini," pungkasnya.


Pewarta : deha.

Diberdayakan oleh Blogger.