Airlangga Hartarto Diamkan Plt Langgengkan Kekuasaan




JAKARTA (KN),- Para pengurus DPP Partai Golkar menyoroti langkah Airlangga Hartarto yang tidak mengindahkan ketentuan masa tugas Pelaksana Tugas (Plt) Ketua di sejumlah DPD Partai Golkar.

Hal itu dikatakan saat penyampaian Mosi Tidak Percaya DPP Partai Golkar kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/8/2019).

Peraturan Organisasi PO-08 No.08/DPP/GOLKAR/VIII/2010 Pasal 7 Ayat (3) menyatakan Pelaksana Tugas Ketua wajib menyelenggarakan Musyawarah Luar Biasa dalam waktu dua bulan terhitung sejak tanggal penetapan sebagai Pelaksana Tugas.

"Hingga kini, para Plt yang ditunjuk lebih ke bagi-bagi jabatan terhadap orang kepercayaan ketua umum, sekaligus menyingkirkan mereka yang kritis,” kata salah satu Pengurus Pleno DPP Partai Golkar, Sirajuddin Abdul Wahab.

Sebagai contoh, di DPD Partai Golkar Provinsi Sulawesi Barat, Surat Keputusan Plt tanggal 15 November 2016, hingga kini belum ada Musyawarah Luar Biasa untuk memilih ketua definitif.

Begitupun di Jawa Timur dengan Surat Keputusan tanggal 5 Februari 2018, Jambi dengan Surat Keputusan tanggal 31 Mei 2018 dan Sumatera Utara dengan Surat Keputusan tanggal 14 Juli 2018.

DKI Jakarta dengan Surat Keputusan tanggal 31 Agustus 2018 dan Bali dengan Surat Keputusan tanggal 4 Desember 2018.

Ketua DPP Partai Golkar, Fatahillah Ramli, menambahkan, langkah Airlangga Hartarto mendiamkan Plt diduga untuk melanggengkan kekuasaannya.

Jika Musyawarah Luar Biasa Daerah terlaksana dan para peserta yang berseberangan dengan ketua umum, maka karir Airlangga Hartarto sebagai ketua umum bisa dipastikan selesai.

"Partai Golkar adalah partai yang demokratis dimana kekuasaan tertinggi diberikan kepada kadernya,” katanya.

Jika kader dari mulai tingkat daerah tak lagi menghendaki Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum, itu bukan tindakan pemberontakan, melainkan ikhtiar membenahi persoalan agar Partai Golkar bisa tetap berkibar..

Karena tidak terselenggaranya Musyawarah Luar Biasa Daerah hingga kini, sebetulnya cerminan otoriter dari ketua umum yang tidak memotong hak kader di daerah. (Red)


Diberdayakan oleh Blogger.